Hafalan Aisha
Salah satu yang sering ditanyakan oleh teman, "bagaimana caranya mengajarkan anak hafalan?"
Alhamdulillah, Aisha mampu menghafal Al-Qur'an sejak 2 tahun. Bisa dibilang tidak sengaja juga, karena kefakiran ilmu diri ini hanya bermodal lillahita'ala mengajarkan yang sesuai sunnah. Alhamdulillah atas pertolongan Allah, Aisha bisa hafal. Meski hanya sepotong-potong, atau akhiran ayat saja harus dipancing-pancing.
Masih berkesinambungan dengan blog 2 tahun lalu yang berjudul "Pengasuhan Aisha", mengajarkan hafalan juga ternyata beriringan dengan pengasuhan. Bagaimana kita bisa mendidik anak menjadi hafidzah memerlukan beberapa perhatian khusus:
1. Membangun bonding dan memperhatikan stimulasi sensorik dan motorik anak
Fitrah anak adalah bermain dan bergerak. Stimulasi sensorik menjadi faktor utama dalam tumbuh kembangnya berkaitan dengan kemampuan belajar dan perilaku. Ketika kebutuhan stimulasinya sudah terpenuhi, insyaa Allah, anak akan lebih mudah diberi pemahaman dan arahan. Ada 7 macam stimulasi yang perlu diketahui: pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, pengecapan, keseimbangan, dan gerak otot.
Dan stimulasi yang perlu dikembangkan pertama kali menurut pengalaman kami adalah pendengaran. Indera yang bekerja pertama kali sedari janin adalah pendengaran. Dan suara yang paling didengar anak berasal suara ibunya. Jadi, bangunlah bonding dan keterikatan dengan ananada sejak trimester ke 3 kehamilan melalui bercerita, membaca buku, berdzikir, membaca Al-Qur'an, perkataan yang lembut dan baik. Ketika bonding sudah terbentuk dan ada keterikatan antara ibu dan anak, insyaa Allah anak akan lebih mudah menerima pemahaman termasuk hafalan.
Seiring berjalannya waktu, ketika anak sudah tumbuh lebih besar, ia mulai membutuhkan stimulasi lainnya. Inipun menjadi peran yang penting dalam pertumbuhan anak. Misalnya saja, Aisha adalah anak yang kebutuhan bergeraknya besar. Jadi, selama kebutuhan bergeraknya belum terpenuhi ia akan sulit untuk diajak ngobrol, diberi arahan. Setiap hari, ummi mengajak Aisha beraktifitas fisik seperti bermain balance bike atau sekedar jalan-jalan agar nantinya ia siap menerima berbagai arahan yang ummi berikan.
2. Biasakan anak dengan kalimat-kalimat Allah.
Sepanjang hari, sedari bayi, ummi selalu ajak Aisha untuk berdzikir dan mengamalkan ibadah sunnah. Mulai dari dzikir pagi, dzikir sore, asmaul husna, doa-doa harian seperti menjawab adzan, doa sebelum tidur, makan, dsb, sampai membaca Al-Qur'an. Baik ketika menyusui, ketika menggendong, sambil memegang tangannya, dan menatap matanya lekat. Juga menyetel murotal dan mengikuti bacaannya. Setiap hari jangan biarkan waktu berlalu tanpa berdzikir dan mengingat Allah. Membiasakan anak dengan kalimat Allah akan memudahkannya ditahnik dan menghafalkan Al-Qur'an
3. Tidak memberinya distraksi (no gadget setidaknya sampai usia 2 tahun dan membatasi mainan)
Sampai usianya 2 tahun, Aisha tidak kami kenalkan gadget. Dan tidak memberinya terlalu banyak mainan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya menjadi lebih fokus. Sehingga di usia 2 tahun pertamanya, Aisha sudah cukup stimulasi sensorik. Diantara, pola makan dan tidurnya menjadi seimbang. Anak jadi tahu kebutuhannya saat lapar dan mengantuk.
Awal kami mengenalkan gadget di usia Aisha 2 tahun untuk memperlihatkan gambar-gambar hewan, lalu mengenalkan tontonan edukasi sunnah melalui akun youtube yang faceless, musicless, dengan pergerakan gambar yang lambat dan warna tidak mencolok. Karena pergerakan gambar yang cepat dan warna yang mencolok dapat memberikan efek overstimulated pada anak. Begitupun dengan musik yang terlalu cepat dan keras. Kami mengusahakan untuk membeli mainan tanpa musik, atau bila ada musiknya kami akan copot baterainya. Ketika anak terstimulasi secara berlebihan (overstimulated) baik pendengaran atau penglihatan, anak akan jadi mudah rewel dan susah untuk membangun bonding.
Salah satu tontonan youtube yang sering kami putar saat itu adalah Yufid Kids. Itupun kami batasi hanya 1 atau 2 tontonan saja yang sudah didownload tanpa nyalakan data. Dari youtube, Aisha mulai belajar doa-doa harian lebih banyak lagi, seperti doa turun hujan, doa mendengar guntur, doa minum susu dan banyak lainnya. Tontonannya pun bertambah seiring berjalannya waktu mulai dari belajar hijaiyah hingga akhirnya Aisha menonton murotal anak dari Rico. Cukup sering Aisha menonton Murotal Riko Juz 30 setiap hari, meski sambil bermain hingga tau-tau Aisha bisa hafal. Allahuma barik.
4. Menjaga diri dan anak dengan amalan-amalan sunnah.
Bagian tersulitnya adalah mendidik diri sendiri. Bagaimana kita memantaskan diri untuk menjadi orang tua dari anak yang hafidzah. Didik diri untuk mau belajar agama, didik diri untuk mau mengamalkan ibadah sunnah, didik diri untuk mau menghafal, didik diri untuk menjadi istiqomah karena bagaimanapun orang tua adalah percontohan bagi anak. Bila kita ingin anak kita cinta buku yaa kasih contoh sebagai pecinta buku, bila kita menginginkan anak cinta Al-Qur'an ya kasih contoh bagaimana hubungan kita dengan Al-Qur'an.
5. Senantiasa menjaga dan meluruskan niat dan berdoa kepada Allah.
Apa yang sesungguhkan ingin kita dapatkan dari mendidik anak sholeh/sholehah?
Apakah pujian, apakah gengsi, ataukah ingin mendapatkan ridha Allah semua ini menjadi tingkatan ukuran keimanan dan dapat menjaga istiqomah. Semakin tinggi niatan kita semakin Allah jaga istiqomah kita.
Kita pun harus berusaha menjaganya dengan memberi anak makan dan pakaian yang halal, karena ini juga menjadi sebab keberkahan hidup dan dimudahkannya urusan kita. Buat rutinitas hafalan berdua. Ini sangat penting. Sebagaimana ada jadwal membaca buku bersama, setiap hari, ada jadwal juga untuk hafalan berdua.
Berdoa memohon kepada Allah agar Allah mudahkan ikhtiar kita dalam mendidik para penghafal Al-Qur'an.
Berikan motivasi dan ajak anak ke lingkungan para hafidz/hafidzah. Ajak anak ke lembaga tahfidz, ajak anak menghadiri lomba tahfidz. Jangan memerintah, jangan memaksa, karena bagaimanapun dorongan menghafal yang kuat datang dari dalam diri si anak bukan paksaan.
Selalu ingat bahwa, momen yang tepat untuk memberi nasihat atau memberikan pengajaran adalah saat hati anak senang. Maka, didiklah ia dengan lembut dan menyenangkan.
Jangan berekspektasi, kita hanya berusaha selebihnya urusan Allah. Semoga Allah memberikan ridha-Nya dalam kehidupan kita.
Barakallahu fiikum
Komentar
Posting Komentar