Bertahan dalam Pernikahan
Bu, ada banyak spekulasi tentang bertahan dalam pernikahan. Mengusahakan diri menjadi istri teladan se-tangguh Asiyah istri Firáun sangatlah susah. Kita mungkin tidak diberkahi mental yang kuat untuk menghadapi penyiksaan suami se-dzalim Firáun. Bukan ga mungkin atau ga ada sosok-sosok inspiratif seperti Asiyah di kehidupan nyata sekarang ini. Tapi yang jelas, kisah Asiyah mengajarkan kita tentang buah dari kesabaran. Bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Asiyah diperlihatkan rumah di surga menjelang kematiannya. Iya, bahkan ia berakhir mati. Tapi ia diberi kemenangan hakiki dan bahkan menjadi pemimpin para wanita di surga.
Sekarang, bagaimana jika kisah Asiyah ternyata mirip seperti apa yang kita alami? Misalnya saja, suami kita ternyata kasar, suka bicara yang menyakitkan hati, suka memukul, dan bahkan berzina? Banyak perempuan terjerat dalam hubungan yang toxic dan merasa tidak berdaya karenanya. Lalu, ketika dihadapkan pada perceraian ia justru berpikir, "kasihan anak yang tumbuh tanpa bapak". Sepertinya ada yang perlu diluruskan dari pemikiran semacam ini.
Dalam pernikahan, badai dan gelombang besar sudah pasti terjadi. Dan sebagai perempuan, kita menanggung banyak sekali beban perasaan. Ketika menjadi seorang ibu, kita merasa bertanggung jawab penuh pada apa yang dirasakan anak. Tak hanya anak, tapi juga keluarga, bahkan mertua, dsb. Kita mengkhawatirkan banyak hal yang ada di luar diri kita. Ini wajar saja, tapi tau ga kalo kita tidak memberikan porsi yang tepat pada perasaan ini, kita bisa kehilangan nilai diri dan kehormatan diri karena membiarkan diri kita terkikis. Padahal islam justru sangat memuliakan perempuan dengan keadilan yang seadil-adilnya.
Bagaimanapun sebenarnya kita mampu menghadapi ujian ini. Yang kadarnya tidak jauh lebih berat dari ujiannya Asiyah. Paling tidak suami kita masih seorang muslim, hanya kadang khilaf saja, kan? Maka sebagai seorang istri, selain mengajaknya bicara dari hati, mendoakannya, juga banyak-banyak membuat pemakluman. Kita pun sudah pasti membuat kesalahan karena kebengkokan kita. Pun, Allah tidak memberi ujian di luar batas kemampuan hamba. Jadi, sudah pasti bisa sebenarnya. Hanya kadang kita juga khilaf saja, kan?
Luruskan niat. Bukan demi anak. Sungguh bun, anak-anak yang hidup bersama orang tua toxic pasti akan lebih berharap orang tuanya berpisah dan hidup dengan bahagia daripada harus menyaksikan pertikaian dan merasakan penderitaan sepanjang hidupnya.
Luruskan niat, ibu. Mungkin seringkali kita berfikir menjadi makhluk yang paling mengenaskan di dunia ini. Tapi ketahuilah bahwa Allah menginginkan kebaikan yang besar bagimu melalui ujian ini. Berharaplah pahala dari Allah. Sesayang itu Allah sama kita.
"Barang siapa dikehendaki Allah kebaikan baginya, maka ia diuji dengan suatu musibah" (HR. Bukhari)
Jadi, sudahkan kau menemukan kenikmatan di dalam ujian kamu?
Bila kamu memilih berpisah, berpisahlah karena Allah. Dengan dasar pertimbangan sudah tidak ada lagi kebaikan dalam ikatan kalian berdua, hanya ada mudharat saja bisa diteruskan. Bila ingin bertahan, maka bertahanlah juga karena Allah. Dan semoga dengan kesabaran itu, kamu bisa meraih surga dan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya kelak. Sebagaimana Asiyah ✨️
Barakallahu fiik


Komentar
Posting Komentar