Perihal Jodoh PART I
Bicara soal
jodoh, gemes-gemes sedep yaa. Apalagi buat yang baru nikah nih, masih
anget-anget banget dan lagi seneng-senengnya. Beda pengertian kalo yang udah
bertaun-taun usia pernikahannya. Tapi soal jodoh tuh emang pembahasan yang
tidak pernah usai. Ilmu yang harus terus kita gali, karena kalo kita hanya
mecintai tanpa ilmu, entahlah sampai kapan akan terus berujung makan hati,
sakit hati. Bener deh. Jangan dikira nikah cuma enak aja ya. Enak banget tauk!
Lol
Berikut beberapa
pertanyaan yang dari temen-temen di instagram, diantaranya sebagai berikut:
1. 1. "Apa
iya jodoh adalah cerminan diri?”
Kata
Ustadz Khalid Basalamah, jodoh itu termasuk takdir ikhtiar. Takdir yang Allah
tentukan di Lauhl Mahfudz sesuai ikhtiar hamba-Nya. Sederhananya gini, kalo
kita main di club ya bisa jadi jodoh kita anak club juga, kalo kita mainnya di
pondok ya bisa jadi jodoh kita santri. Tentu ini gak 100% yak , tapi peluang
tinggi. Dan tergantung doa kita juga, sebab hanya dolah yang bisa mengubah
takdir Allah.
Yang
perlu diingat cerminan diri ini dalam artian baik menurut Allah lho ya. Bukan
menurut manusia. Karena baik menurut manusia mah macem-macem, beda-beda tiap
kepala. Bias dan gak jelas. Hanya Allah yang tau ukuran itu. Sebagaimana firman
Allah dalam QS. 24:26,
“Perempuan-perempuan
yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk
perempuan-perempuan yang kerji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik
untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan
yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka
memperoleh ampunan dari rezeki yang mulia (surga)”
Nah,
pengertian laki-laki baik dan perempuan-perempuan baik menurut Al-Qur’an ini
yang harus kita pegang sebagai cerminan diri. Intinya, bukan tentang sifat dan
watak, karena itu sifatnya dinamis yaak. Tapi apakah hati dan iman kita ada di
satu frekuensi atau tidak?!
Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam, “mukmin yang paling baik imannya adalah yang
paling akhlaknya dan sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik kepada
istrimu,” (HR. Tirmidzi dan lainnya)
Seringkali
nih istri suka mbatin, “gimana sih, istri udah begini begitu, kok suami malah
begitu begitu aja” Tapi trus sadar sendiri juga, “bukan gitu konsepnya,
saudari”
Kadang
kita selalu menuntut pasangan yang soleh. Pengennya imam yang beriman, tapi
lupa bercermin, apakah kita sudah pantas disebut soleha? Apakah kita sudah
cukup soleha untuk Allah sandingkan dengan pasangan yang soleh?
Musahabah.
Adalah satu hal yang tidak boleh abstain dalam kehidupan kita setiap hari. Lagi
dan lagi. Ini dapat menghindarkan kita dari sifat egois juga jadi lebih
menghargai pasangan. Pun, muhasabah ini tiada artinya tanpa ada komunikasi.
Kalo miss terus, gak diomongin, dan bertumpuk-tumpuk maka akan menjadi
benih-benih rumah tangga tidak sehat.
Perlu
diingat bahwa pernikahan itu bukan akhir perjalanan kita, sobat. Justru
pernikahan adalah awal dari perjalanan terbesar dalam kehidupan kita, sebenar-benarnya
ibadah, sepanjang usia, sampai kita tiada. Di dalamnya ada banyak keutamaan,
muamalah dengan pasangan, mendidik anak, dsb. Jadi, kalo tidak
digunakan untuk meraih ridha Allah, sayang sekali ya, bund. Inilah yang membuat
pelajaran akhlak lebih didahulukan sebelum fikih. Sebab pengetahuan agama yang
bagus belum tentu akhlaknya juga bagus. Dan bagian terdalam dari diri kita,
hanya pasangan kita aja yang tau kan.
2. 2. “Cara
baik menjemut jodoh gimana ya mba? Huuu suka terharu liat temen udh pd di
halalin”
Dulu
waktu tiba-tiba nikah cepet pada nanya, “esa gimana dong tipsnya biar segera dihalalin” wkwk yahelah
kalo Allah sudah berkehendak kita bisa apa ya kan bun. Takdir Allah. Akupun
sama sekali tidak mengira akan menikah dalam waktu sesingkat itu sejak
pertemuan pertama – lamar –nikah yang gak sampai 1 bulan pun. Dan yang mau aku
sampaikan adalah perbanyak istikharah dan jangan berharap! Soalnya di aku,
jodoh dateng saat aku lagi males-malesnya ngomongin nikah. Pas ditanya temen
kondangan ku jawab, “aku nikahnya ntar aja deh , 2 tahun lagi”, eh
jebul 2 minggu kemudian. Maasyaa Allah tabarakallah, kalo bukan karena Allah tidak
akan kejadian.
Perbaiki
niat, lurukan. Jangan sampai pengen nikah karena liat temen-temen udah pada
nikah. Percayalah, nikah itu luarnya memang nampak seperti istana, tapi
dalamnya banyak tembelannya wkwk dan hanya yang menjalani saja yang tau betapa nikmatnya
istana itu. Jadi, buat yang belum nikah, perbanyak ibadah sunnah: sholat
sunnah, puasa sunnah, sedekah. Perbanyak doa tentu saja. Tapi siapa yang
menjamin juga kan. Kita tidak pernah tau kalo ternyata kita lebih dulu ketemu
Malaikat Israil daripada jodoh kita. Nah lhoo.. Luruskan niat lagi. Perbanyak
ibadah bukan untuk menjemput jodoh, tapi mengharap ridha Allah. Sebab bila
Allah sudah ridha, jangankan jodoh, surga aja bisa diraih. Tapi ya engga
semudah itu juga kan. Pasti ada ujiannya untuk sampai ke sana.
Sabar
yaa .. Pasti Allah jawab doa kita
3. 3. “Jodoh
kalo beda keyakinan, gimana cara ngomongnya ke keluarga?”
Sepertinya
ku salah open queston ini.
Aku
sih cuma mau bilang, kalo dia mualaf, sangat layak diperjuangkan. Tapi kalo
urusan bilang ke keluarga, apakah ku nampak seperti orang yang memahami
keluarga yang bersangkutan?
Menikah
itu bukan cuma sah aja ya gaes trus jadi ada temennya gitu, ada yang dihalalin.
Bukan Cuma itu, kisanak. Menikah adalah tanggung jawab besar. Kalau laki-laki
nih, kita liat hidup perempuan ini gimana sebelum nikah, dibawalah ke tempat
yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan baik material maupun immaterial.. Jadi kalo sudah percaya diri dengan ini, kurasa tidak ada keraguan lagi.
Buat
lakik niih, jangan pernah sekalipun kasih harapan sama perempuan, semacam,
“tunggu aku 3 taun lagi, nanti aku mau bangun rumah dulu, mau beli mobil dulu”
gitu misalnya. Soalnya bakal kalah sama yang langsung datengin orang tua bawa
tanggal meskipun belum punya aset apa-apa. Karena persoalan duniawi bisa dicari nanti. Yang dibutuhkan perempuan dan keluarganya hanya satu, kepastian.
4. 4. “Istikharah?”
Ini
juga yang sering ditanyain temen-temen waktu aku nikah, “istikharah engga?”
Sudah
pasti, jelas. Perbanyaklah istikharah sampai keragu-raguan, ketakutan,
kegelisahan, atau apapun itu lenyap dari dalam hatimu. Bahkan di H-1 nikah masih
juga istikharah. Bukan untuk nyari jawaban tapi kemantapan. Karena memang udah
ga ada pilihan lain ya. Tapi kalo Allah ga berkehendak juga bisa aja gagal. Kan?
Alhamdulillah,
Allah kasih persiapan pernikahan yang cuma 10 hari. Secara tidak langsung, sama
sekali tidak ada celah untuk berekspektasi, ketemu yang serius, sevisi misi,
dah niat ibadah aja pokoknya. Persiapan singkat yang sangat lancar, menjadi
pertanda jawaban dari Allah, ridha-Nya Allah.
Bepsku,
ciwi-ciwiku yang pada belum nikah, istikharah jodoh itu perkara syari yang ga
bisa dilakukan sembarangan. Apalagi ini juga untuk udzur yang sepenting ini
bagi hidup kita. Harus bener-bener memperhatikan rukun-rukunnya dengan baik dan
benar. Minta kepada Allah di waktu-waktu mustajab. Laksanakan ibadah sunnah
dengan hanya mengharap ridha-Nya. Pun, dapat mengantar kita pada jawaban dan
keyakinan yang utuh. Selalu ingat sabda Nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wa
sallam bahwa “Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai” Maka jagalah
hatimu dengan perkara-perkara yang halal yang Allah ridhai saja jangan isi hatimu dengan perkara yang melalaikan. Ya?
Mau
ribuan kali kamu istikharah kalo masih menempuh jalan haram seperti pacaran,
ikhtilat, sebagai jalan ikhtiar yaa ga sinkron beps. Mari berdoa semoga Allah
senantiasa memberi kita hidayah
Jodoh selalu
menarik kita bahas. Apalagi buat para jomblo yaa kan, menggebu-gebu sebelum
nikah, hmm! Dulu ada yang pernah bilang, “rumah tangga itu seperti sebuah pintu
gerbang, orang yang diluar lomba-lomba pengen masuk, sementara yang di dalem
lomba-lomba pengen keluar.” Wkwk
Nampak jelas
kenapa ku dulu (sebelum hijrah) sampe punya pikiran untuk waithood pernikahan.
Karena sering denger cerita-cerita ga menyenangkan dalam rumah tangga. Mulai
dari masalah intern, sampai ekstern, campur tangan keluarga besar, mertua yang
gak enak, pasangan selingkuh, dan lain sebagainya yang sampai akhirnya buatku
berfikir “aku gak mau nikah, ntar aja 2 taun lagi sampai umur 26" (pede banget
mendahului takdir), dan “tidak ada pernikahan yang sempurna”
Astaghfirullah.
Begitulah kalo kita berfikir tanpa ilmu.
Alhamdulillah
usia 26 taun malah sudah punya anak satu. Dan ternyata setelah dijalani ga begitu serem juga pernikahan ini. Semua kembali lagi kepada niat dan mindset. Jangan sampai yang
engga-engga, yang negatif-negatif menjadi limiting belief hingga
akhirnya lupa kodrat sebagai perempuan, makhluk yang memang Allah ciptakan
dengan “kemampuan” untuk melahirkan, mendidik, dan mengurus generasi penerus
umat.
Dan banyak
sekali keutamaan menikah yang Allah tetapkan, seperti yang selalu tertulis
dalam undagan walimah, QS. A-Ruum: 21,
“Dan di antara
tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangn untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan
di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”
Yap, agar merasa
cenderung dan tentram untuk berkasih sayang sebagai tanpa kebesaran Allah bagi
yang berfikir. Dah lengkap banget yak. Jadi berkasih sayang juga harus
berfikir. Harus dengan ilmu. Nah, berfikir ini yang seringkali kita abaikan
kalo lagi fallin in love ya kan. Sampai merusak hati dan harga diri kita.
Na’udzubillah
Terdapat tanda
kebesaran Allah bagi kaum yang berfikir. Ini yang seringkali kita abaikan.
Apalagi ketika mendapatkan nikmat, termasuk mencintai. Boro-boro mikirin tanda
kebesaran Allah, mungkin yang dipikir adalah, “dunia harus tau kalo aku bahagia
bersama dia” wkwk padahal ya gak penting buat dunia, gak ngaruh. Tanpa kehendak
Allah, tanpa kuasa Allah gak bakal ada pertemuan, gak bakal kita bisa merasakan
cinta dan nikmatnya kebersamaan –pasangan halal- Ini yang membuat kita
meraskaan cinta dalam pengertian yang berbeda. Sungguh!
Mencintai tanpa
ilmu (syariat), mencintai tanpa melibatkan Allah, justru menjadi sarang
penyakti bagi hati dan jiwa kita. Jalan masuk syaithan gitu kata ustadz. Yap,
ketika kita masih memegang pengertian baik menurut manusia, kita fikir dia
pasangan baik-baik kok. Padahal pengertian baik menurut manusia ini sangat bias
sekali. Kata aku yang baik tuh yang begini. Kata kamu yang baik tuh begitu. Ya
kalo lagi jatuh cinta semuanya jadi baik. Kalo lagi marah semuanya jadi buruk,
yang baik-baik gak keliatan. Padahal kata Allah lain, gak begini dan gak
begitu.
Nah, kuasa Allah
ini baru kita rasain ketika kenikmatan-kenikmatan itu diambil satu-persatu,
“duh kok gak cinta lagi ya”, “duh kok diselingkuhi ya”, “kenapa kok dia jadi
begini”, “kenapa kok begitu”, “perasaan aku udah pilih yang baik-baik” gitu
terus bingung mbulet. Padahal bisa jadi ujian itu datang dari kesalahan kita
sendiri: niat dan keyakinan kita yang keliru, pegangan kita yang salah. Bisa
jadi ujian itu datang dari kita yang kurang bisa mensyukuri dan atau kurang
menjaga kehormatan diri kita dan keluarga. Sebab apa? Sebab lupa menyadari
tanda-tanda kebesaran Allah itu tadi.
Keberhasilan dan
kegagalan rumah tangga dimulai dari memilih pasangan
Yap, ketika kita
fikir dia baik, bertanggung jawab, penyayang, pekerja keras, dst, yang memenuhi
semua kriteria kita misal. Tapi apalah daya ujian dayang terus silih berganti
buat kita kawalahan dan kebingungan. Karena kita lupa bahwa hanya Allah yang
tau yang terbaik. Dan baiknya kita berbeda dengan baiknya Allah. Apa gunanya
kriteria kita kalo gak paham agama, minim akhlaknya, dan krisis imannya?
Komentar
Posting Komentar