Ngobrol sama bayik?
Ini sebenernya ga membanggakan sih tapi ku mau cerita kalo ku dapet inspirasi ini dari bayik-bayik bule.
Yap, dulu ku suka nonton video family atau film-film barat yang ada scene nak bayi yang udah bisa diajak ngobrol serius, yang selalu diajak diskusi sama orang tuanya atau bahkan mereka udah bisa speech dengan pembahasan yang serius.
Menurutku ini keren banget, sampe terheran-heran "kok bisa sih?"
Yang akhirnya terjawab sendiri juga: gimana engga, budaya mereka kan anak 18th udah harus pisah sama orang tua, idup sendiri. Anak-anak sana diajarin untuk berpikir mandiri sejak kecil untuk mempersiapkan masa remaja mereka ini.
Sengaruuuuh itu pengasuhan sama pola pikir generasi. Tapi,, tentu saja kebarat-baratan ini tidak bisa dijadikan sebagai panutan karena mengandung unsur-unsur sekuler, pluralis, liberalis, etc yang betentangan dengan syariat hihi
Tetap kita harus berjalan di koridor yang semestinya sesuai ajaran agama kita.
Lalu waktu hamil, ku bener-bener berupaya penuh untuk membedayakan diri. Nyari tau sedalam-dalamnya tentang perkembangan janin. Bagaimana caranya mengoptimalkan tumbuh kembang sejak di kandungan yang sekaligus juga menjadi benih-benih pengasuhan.
Ku baca-baca artikel tentang kehamilan, unduh aplikasi kehamilan. Apalagi waktu itu masih ada di Mekah, kerasa banget sendiriannya dan dengan kondisi yang harus bedrest penuh. Jadi sungguh butuh untuk "berdaya" memperkaya diri dengan ilmu.
Lalu menemukan sebuah fakta, bahwa suara ibu berpengaruh sangat besar pada perkembangan janin. Maasyaa Allah,. Yang sekaligus menjadi titik awal bonding dan "keterikatan" antara ibu dan anak. Pantesan yaa selama hamil ibu harus menjaga asupan yang baik, mood ibu harus baik, ibu harus selalu mendengar yang baik-baik dan perkataan ibu juga harus baik. Biar yang masuk ke janin adalah nutrisi-nustrisi yang baik secara lahiriah dan batiniah.
Awal-awal emang canggung sekali ngobrol sama bayik. Apalagi aku si introvert ini yang sukanya menyediri gak bisa ngobrol. Cuma bisa nulis.. Jadi ku seringnya mbatin aja bu sambil elus2 perut wkwk
Pas udah masuk trimester ke-2, ke-3, sewaktu udah mulai ada pergerakan janin tuh, ku semakin gencar ajak ngobrol beneran. Yang ringan-ringan aja, misalnya
"Assalamu'alaikum nak, hari ini kita mau jalan-jalan.. ummi pengen ke seberang nih, waa ummi liat ada bunga yang cantiiik"
"Assalamu'alaikum nak, hari ini kita ke dokter. Dokter bilang bla bla bla. Sehat-sehat ya kamu, jadi anak sholeh/sholehah"
Panggilannya masih gak jelas karena blm ada namanya kan 😂
Sampai berdoapun, harus diucapkan dengan jelas dan seksama agar menjadi sugesti yang baik ke dalam dirinya, "nak, semoga kamu jadi anak yang sholeh/sholeha, jadi hafidzh/hafidzah, jadi anak yang baik, sayang kepada sesama, dll"
Tidak hanya dengan bercerita, membacakan buku juga amat sangat direkomendasikan untuk anak bayik. Selain membangun bonding dan menguatkan keterikatan, ini juga berkaitan dengan perkembangan sel-sel otak anak dan kemampuan bahasanya. Dengan membacakan buku, anak mendapat kosakata baru yang terekam dalam otaknya. Tinggal tunggu waktu ketika ia bisa bicara sehingga menjadi "ledakan" bahasa yang menakjubkan, atas izin Allah.
Tapi tujuan sebenernya adalah bukan bikin anak pinter, biar dia lancar ngomong, ga speech delay, dsb.
Tujuan paling penting dari ngajak ngobrol janin/bayik buat aku adalah membangun komunikasi yang baik dan sehat antara orang tua dan anak. Harapannya seperti anak-anak di Barat sana yang masih bayik tapi udah pada kritis. Cuman yaa kalo kita diarahin yang sesuai syariat. Biidznillah
Pun, sejalan dengan parenting ala Ali bin Abi Thalib (perlu tinjauan pustaka) tentang 7 taun pengasuhan anak:
Tujuh tahun pertama jadikan anak sebagai raja,
Tujuh tahun kedua jadikan anak sebagai tawanan,
Tujuh tahun ketiga jadikan anak sebagai teman diskusi
Yang itu artinya, mulai 15 th anak-anak udah bisa diajak diskusi orang tua untuk mengambil keputusan bersama. Setidaknya diusia itu anak-anak udah tau apa yang dia lakukan, mana yang benar dan salah, dan bagaimana langkah untuk meraih citanyaa ke depan. Sementara di akhir 7 tahun ketiga, merekq udah mencapai kematangan berfikir yang baik sehingga bisa menjalankan kehidupan dengan mandiri dan bertanggung jawab. Seiring dengan kematangan akal, batinnya pun telah siap untuk menghadapi tantangan zaman diatas tauhid dan akidah yang lurus. Biidznillah.
Tentu saja, ini tidak lepas dari kemampuan masing-masing anak ditahap tumbuh kembang dengan berbagai faktor internal maupun eksternal yang berpengaruh pada kecerdasan kognitifnya. Karena pasti berbeda-berbeda, tidak bisa disamakan apalagi dibandingkan atas kuasa Allah.
Cuma yang mau ku bilang adalah tetap ajarkan yang baik-baik, bicara yang baik sesuai tata bahasanya. Ajarkan tauhid sedini mungkin agar tauhid mengakar kuat dihatinya. Tetap bersabar, meskipun anak belum menunjukkan kemampuan bicara.
Misalnya saja sederhananya gini: orang tua jangan bicara dengan kata2 yang dicedal-cedalin, dilucu-lucuin. Karena secara tidak langsung itu ngajarin anak juga. Termasuk juga ngajarin adab. Meskipun anak keliatan belum mampu, tetap kita sampaikan. Biidznillah anak diam-diam menyerap segala sesuatu sampai ketika waktunya kita akan dibuat takjub atas izin Allah.
Yang perlu kita perhatikan sebenernya adalah redflag, ketika anak belum mencapai kemampuan di usia yang seharusnya (bisa cari tau di google). Nah kalo anak udah masuk red flag ini udah harus konsul ke dokter ya ges ya butuh penangan serius.
Masyaa Allah tabarakallah
Waktu Aisha udah bisa ngomong tepat di usia 1 tahun, sungguh luar biasa sekali. Kata pertama Aisha waktu itu adalah suara meong haha dan nama-nama hewan yang biasa dimainin, "ku ting" (kucing), "ga jah", "ba dak". Tidak butuh waktu lama untuk meningkat ke dua kosat kata, seperti "kaca mata", "tan duk ru sa" (dia nyebut rusa dengan randuk rusa dulu karena ada tanduknya besar). Sampai kalimat pertama dalam waktu sebulan biidznillah
Ku masih ingat betul kalimat pertama yang diucapkan Aisha. Waktu itu di dapur, Aisha dipangku abinya dan disuapin minum dengan gelas, ummi disampingnya. Setelah minum tiba-tiba Aisha bilang gini, "terima kasih abi udah kasih Aisha minum" dengan sangat terbata-bata maasyaa Allah barakallahu fiikum, ummi sama abinya terbengong-bengong saling berpandangan, menyeka air mata, terharuuu sekaliii atas rahmat-Nya.
Barakallahu fiikum, tentu saja ini pun tidak lepas dari pro kontra di masyarakat kita hihii
Pernah, mbah kakung Aisha bilang gini, "Aisha pinter ngomelnya yaa gak kehabisan kosa kata"
Ada juga tetangga yang bilang, "Aisha udah dewasa yaa mbak" waktu liat Aisha lebih pilih main sama anak-anak TK dibanding dengan seumurannya yang belum bisa bicara.
Ada bahkan orang terdekat yang bilang, "Aisha belum waktunya diajarin begini, begitu,. Kebangetan kamu"
Yang tentu saja segera membuat si ibu overthinker ini langsung kepikiran,. Apa iya yaa aku udah berlebihan ngajarin Aisha.
Tapi lagi-lagi inget target 7 tahun tadi,. Bahkan di usia 7 tahun nanti anak kita udah harus kita kenalkan dengan sholat kan? Sementara di usia 10 tahun udah harus bisa sholat. Bukankah itu butuh persiapan yang matang dan serius?
La hawla wa laa quwwata atas rahmat Allah, Aisha mampu menyerap banyak sekali kosakata dalam waktu 1 tahun, bahkan sampai hafal beberapa surat pendek dan potongan-potongan ayat di juz 30 hanya dari mendengarkan murotal. Masyaa Allah barakallahu fiik.
Aku yakin semua anak-anak memiliki kemampuan yang sama, karena anak-anak terlahir amat sangat suci dengan bersih dan cerdasss diatas fitrah yang tersemat dalam jiwa mereka.
Allah kuatkan lagi untuk semakin bersemangat dalam mendidik anak terutama dalam hal akidah, tauhid, adab.
Karena menurutku 3 hal ini amat sangat mendasar sekali sebagai prinsip hidup manusia. Dan di usia dini ini, benar-benar menjadi waktu emas yang amat sangat berharga dalam menanamkan prinsip-prinsip kebaikan ke dalam pola pikir anak.
Kata psikolog, masa-masa cetak biru mindset seseorang dimulai ketika di dalam kandungan. Masyaa Allah yaak jangan sampai lolos ini.
Maha Besar Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan rahmat dan hikmah
Tentu saja, mengajarkan anak tentang segala sesuatu juga tidak bisa instan (apalagi soal akidah dan tauhid). Harus benar-benar telaten dan sabar. Juga memperhatikan berbagai faktor penunjang misalnya saja konsisten untuk mengasuh tanpa gadget (boleh baca-baca lebih lanjut di judul "Pengasuhan Aisha"). Terlebih ketika kita berhadapan dengan orang-orang yang belum tau ilmunya. Seperti aku yang dikomplen kebangeten tadi kaan. Atau justru malah komplen langsung ke Aisha karena pada akhirnya dia jadi anak yang amat sangat cerewet, jail, clutak, ga bisa diem alias banyak akal ehee
Yaaa karena proses itu tadiiii..
Usaha kita dalam membangun komunikasi yang baik dan sehat masih terus berlanjut dan justru semakin gencar ketika bayi mulai menunjukkan responnya dengan menatap lekat mata kita, mengerjap-ngerjap, atau bahkan menggerakan mulutnya dengan gemas dan membuat suara. Masyaa Allah tabarakallah, sungguh takjub sekali kuasa Allah. Dan semakin menantang lagi ketika anak sudah bisa bicara, memberikan respon selayaknya orang dewasa.
Mengajarkan anak tentang komunikasi yang baik dan sehat adalah sebuah upaya yang besar. Ketika kita tidak ingin mengeluarkan ekstra tenaga dalam pengasuhan alias gak pengen menggunakan cara ngomel-ngomel (capek ya kan). Ketika kita ingin anak kita mudah menerima nasehat tanpa harus kita bersungut-bersungut untuk bikin anak nurut. Karena fitrah kita justru mencintai ketenangan dan dalam kebahagiaan nasehat sangat mudah masuk diterima.
Jadi, tunjukkan pada anak bahwa komunikasi itu sangat penting: sampaikan dengan kelembutan, beri kesempatan anak untuk bicara, beri kesempatan anak untuk memilih, dengarkan dan hargai pendapatnya. Paling penting adalah beri kepercayaaan. Ini penting bangett.
Tentu saja, lagi-lagi ini membawa dampak lain yang harus kita terima sebagai bagian dari proses. Yaah anggap saja konsekuensi. Misalnya anak jadi bukan cerewet lagi, bahkan punya keinginan yang aneh-aneh dan sangat ingin mempertahankan pilihannya (dengan tangisan dan rewel). Dan ini wajar karena masa-masa usia dini anak-anak memang memiliki karakter yang egosentris, mudah frustasi, dll.
Aisha dulu pernah riweh sekali untuk urusan ganti baju, meskipun dia ngompol dan pakaiannya basah karena ompol, tetep ga mau ganti sambil nangis-nangis meraung-meraung heboh sekali, tantrum. Yang tentu saja hal-hal seperti ini harus kita terima sebagai konsekuensi bukan? Karena ku udh kasih dia pilihan pakai baju yang mana dan dia udah milih itu. Sambil tetep dikasih pemahaman dengan tegas (karena najis ini masalah penting ya). Kasih tau kalo pipis itu najis dan harus ganti.
Meskipun sejujurnya pahit juga kalo kita terima beserta omongan orang-orang yang sok tau banget dengan kehidupan anak kita. Hiks Ngadepin anak rewel aja udah capek ya buk ditambah omongan orang yang sok tau pengen ditangkis tp udh denger wkwk
Harus sabar dan teguuuh yaks. Inget bahwa anak-anak juga menyerap cara kita berkata dan bersikap dengan orang lain.
Sekarang ini ku sedang rutin ngajak Aisha deep talk sebelum tidur. Entah itu tidur siang, tidur malam. Selain agar pikiran tenang, tubuhnya rilex. Pun, dengan ini kita bisa menguatkan bonding dan keterikatan, sembari menunjukkan kasih sayang kita, perhatian kita, sekaligus juga kita sisipi dengan dengan nasihat dan nilai-nilai kebaikan. Pertanyaan simpel aja sebenernya: bagaimana hari ini, ngapain aja, ketemu siapa aja, kenapa tadi menangis, terus kasih tau solusinya.
Memang sulit kalo belum terbiasa ngobrol sama bayik. Tapi percayalah bun, lebih sulit kalo nanti si bayik ini udah mulai bisa menanggapi hihii sulit sulit gemasss wkwk
Paling mudah ya membacakan buku.
Jadi, pastikan untuk selalu memilih buku-buku bergizi yang bermanfaat. Jangan asal cerita bergambar yang lucu dan menghibur. Sembari ajak anak untuk melihat berbagai ilustrasi bentuk, warna, dan ajak diskusi tentang jalan ceritanya.
Gak papa kalo kita merasa anak kita diem-diem aja, atau bahkan jumpalitan kaya ga minat, atau bahkan rusuh ngerusakin buku. Kita tidak tau bahwa disaat itu juga anak-anak memperhatikan, di saat itu juga bisa jadi dia sangat tertarik. Dan mereka ingin menyampaikan itu dengan cara mereka.
Jangan sampai limit merasa "anakku ga suka buku". Hihii semoga engga ya buu. Bagaimanapun anak-anak akan berhadapan dengan buku di usia sekolah dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, Kuliah bertaun-taun lamanyaa. Bahkan sampai usia sematang kita pun tetap butuh buku untuk tambahan ilmu. Yap, belajar itu sepanjang hayat ternyata kaan.
Tetap bacakan buku minimal 10 menit sehari dengan menyenangkan. Yap, kuncinya dengan menyenangkan.
Ada benarnya pepatah Jawa mengatakan, "cinta karena terbiasa"
Bagaimana anak mau baca kalo dia tidak melihat kesenangan di sana?
Bagaimana anak cinta ilmu kalo tidak terbiasa dengan buku?
Dan bagimana anak bisa terbuka sama kita kalo kita tidak juga membuka hati kita untuk mulai bicara?
Semangat ya ibuuu ...
Suatu waktu kita mungkin ingin sekali berteriak pada sekitar bahwa kita hanya menginginkan yang terbaik untuk anak, mendidik dengan cara terbaik. Tapi, Qadarullah, kondisi sekitar kita juga harus kita terima sebagai bagian dari hidup bersosial bahwa segala sesuatu pasti ada pro dan kontranyaaa hyaaa bijak sekali bukan quote tudeiii
Jangan takut untuk mulai melangkah
Meski canggung, lama-lama kan terasa indahnya . . .
Atas izin Allah
Barakallahu fiikum
Komentar
Posting Komentar