Kebebasan - Yang Seimbang - Toleransi?

Ingat ga dulu masih sekolah tuh mikirnya, "hepi banget yak, kalo bisa bebas ga ada aturan", ntah itu aturan sekolah, aturan di rumah. Apa cuma aku yang mikirnya begitu?

Lalu di usia-usia kerja baru nyadar kalo ternyata aturan itu penting, "oh ternyata kita memang perlu disiplin ya", "oh ternyata kita harus tau waktu dan tempat", "oh ternyata kita harus bisa menyesuaikan" dan ternyata-ternyata yang lain yang lebih random lagi kalo udah berumah tangga plus punya anak, toddler pulak. Gimana ngajarin anak soal jam tidur, jam main, mandi, makan, belum lagi belajar adab dan hapalan, yang semua itu butuh keteraturan dan disiplinnya orang tua (dan juga komitmen serta kesabaran)

Tapi memang disiplin itu penting. Yaa, setidaknya kita tau aturan. Aku masih inget banget cerita seorang ibu tentang suaminya (ini jangan dicontoh ya ghibah suami sendiri meskipun persoalan gak penting dan basa-basi). Suami-suami ini udah lansia: yang satu kormobid, yang satu engga.

Ceritanya ringan banget. "Bapak ini pagi-pagi udah di sawah, jalan-jalan, sepedaan, olahraga. Lah, kalo bapak itu boro-boro bangunnya siang langsung makan, rebahan muluk". Saat itu aku tersadar. Oh, ternyata, makin tua manusia makin butuh keteraturan. Bukan soal tabiat, watak, dan kawan-kawan tapi soal gaya hidup.

Bapak yang ini punya kesadaran diri untuk hidup sehat dengan keteraturan dan menjadi produktif. Sementara yang lain, mengisi harinya dengan rebahan. Bisa ngerasain bedanya gaes?


Ketika kita memiliki kesadaran penuh atas diri kita, memahami kondisi kita, memahami peran kita, makan kita akan berusaha untuk memaksimalkan potensi diri dan memainkan peran dengan baik. Do the best gitu lhoo kalo kata orang-orang

Ketika sadar sakit, maka kita akan berusaha untuk sembuh. Dan ketika menerima diri seutuhnya, kita jadi lebih menghargai diri kita: kesehatan kita, waktu, kesempatan, kebersamaan. Semua yang kita miliki, proses yang sudah/sedang kita lewati, dan semua yang ada di sekitar kita: orang-orang yang kita sayang, keadaan mereka.

Peran apa yang sedang kita mainkan sekarang?

Bila berperan sebagai siswa ya belajar, sebagai anak ya berbakti, sebagai orang tua ya mendidik (sambil belajar juga ~paket komplit). Jalani semuanya dengan versi terbaik kita. Dan semua itu ada aturannya. Ketika kita tau aturan, ketika kita tau "cara main" dalam kehidupan ini. Dan berhasil menemukan ketenangan, itulah keseimbangan sesungguhnya.

Orang-orang yang memiliki kesadaran hidup tinggi akan memiliki kualitas hidup yang baikatas izin Allah. Yang itu hanya bisa dicapai dengan keteraturan, kebayang gaa kalo yang kita pegang ini adalah aturan Allah? Aturan langsung dari Dzat Yang Menciptakan semesta dengan segala isinya yang begitu amaziiing, Dzat Yang telah menciptakan kita di dalam rahim ibu, Dzat yang menentukan dan mengatur alam semesta ini. Di mana daun yang jatuh aja tak mungkin turun tanpa izin-Nya. It's balance of life

Kalo kamu masih mikir aturan Allah hanya soal agama saja, aturan Allah hanya memberatkan hidup kita atau masih mikir untuk menyeimbangkan hablum minallah dan hablumminannas dengan standar yang dibuat sediri. Moonmaap, aku harus bilang kalo itu keliru, pasti kamu belum seimbang, duniawi ya?

Termasuk ketika berfikir bahwa "semua agama itu sama" (dulu aku juga mikir begini *istihgfar)

Termasuk juga soal toleransi, yang hanya bisa kita pahami arti dan maknanya secara benar ketika kita memahami agama kita sendiri secara utuh bukan pengertian yang bias dan setengah-setangah tentang tuhan. Termasuk ketika menyikapi perbedaan dalam agama kita sendiri. Sedih, ketika ada yang saling mencela karena ustadznya berbeda, masjidnya berbeda, atau bahkan sampai mencela ulama.Bukankah Rasulullah sudah mengajari banyak hal kepada kita tentang adab dan akhlak. Berbeda pendapat bukan berarti menghalalkan kita untuk saling mencela, melaknat, mengkafirkan dan memerangi sesama umat muslim. Sampaikanlah dengan baik atau tinggalkan.

Kalo kita mikirnya, "semua agama itu sama", sama-sama mengajarkan kebaikan. Tentu tidak, kisanak. Hal pertama yang harus kita pahami adalah asal sumbernya, ada agama wahyu yang langsung dari Allah, ada agama budaya yang sumbernya dari manusia. Ini juga yang membuatku tersadar kalo islam bener-bener mengatur setiap aspek kehidupan manusia. Bersumber langsung dari Sang Pencipta melalui Rasul yang termaktum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Nah, di sinilah peran ustadz dan ulama agar syariat lebihmudah dipahami dan dipraktekkan umat sesuai jamannya.

Tidak akan tenang bila kita masih berpegangan pada perkataan orang. Perasaan nih aku sudah baik, perasaan aku sudah pilih yang baik-baik, udah mengambil keputusan dengan bijaksana, tapi kok masih aja sakit hati ya, masih salah juga ya. Yaa gitulah karena kita tidak mau mendengar Allah, masih melaksanakan perkara yang tidak Allah ridhai. Sementara baik menurut manusia tidak pernah semakna.

"Sarjana, cumlaude, lulusan terbaik prodi, univ negeri, kerja udah bagus, sekarang cuma jadi ibu rumah tangga" Nah, pusing ga tuh kalo mikirnya pake orientasi dunia?


Ketika kita memegang aturan Allah sebagai pedoman hidup, maka kita akan memiliki pengertian hidup dalam frekuensi dan standar yang berbeda. Bukan lagi tentang persangkaan makhluk dan persaingan duniawi yang tidak ada akhirnya. Tapi bagaimana membuat hidup jadi lebih bermakna dan bermanfaat dijalan yang Allah ridhai.

Kita butuh Allah, kita butuh aturan Allah, sebab kita adalah makhluk ciptaan Allah. Kebayang ga kalo kita ga punya aturan dalam menjalani kehidupan? Dah semau-mau gue aja, semau-mau lu aja. Dan semua yang terjadi sesuai keinginan kita, kebebasan kita? Padahal kita tau apa?

Kalo satu udah keturutan apakah sudah selesai?

Tentu tidak, akan ada keinginan lain, ambisi lain, gitu terus sampai mati. Apalagi kalo keinginan itu tidak didasari dengan keimanan, dunia lagi, dunia lagi. Cape ga? Capeeeeeeqqqq!!! Di akhirat nanti tinggal lah penyesalan sejadi-jadinya. Sebab bukan perkara dunia yang akan ditanya. Jelas bukan itu

Padahal apa sih yang kita tau?

Merasa sudah baik, sudah benar, sudah bijak, tapi kok sakit hati lagi, sengsara lagi, berat banget ujiannya, yaa karena kita masih berpijak pada pengertian baik menurut manusia bukan baik menurut Allah. Hanya Allah tau yang terbaik dan ini mutlak.

"Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu" (QS. 23: 71)

"Bahkan dalam ujian yang berat ada kenikmatan yang besar di dalamnya, bahwa Allah sedang sayang-sayangnya sama kamu" ~ gitu kala aku menyemangati diri sendiri. Sebab tidak ada ketenangan lain melebihi hati yang sabar, pasrah, dan lapang dengan penerimaan.

Melaksanakan solat di awal waktu, mendahulukan yang wajib, melaksanakan ibadah sunnah, menjauhi bid'ah. Islam membuat hidup kita jadi lebih terarah. Kita jadi belajar menejemen waktu, mengelola emosi, pikiran jadi mindful, perasaan terjaga, perilakupun lebih terkontrol. Kita hanya memikirkan dan melaksanakan perkara yang essential, hal-hal yang penting-penting saja. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat"

Jangankan solat, bersin pun ada aturannya (adab). Hubungan dengan Allah, hubungan dengan manusia, hubungan dengan lingkungan semua sudah di atur dengan takarannya masing-masing. Siapa yang mengatur kita? Allah! Apakah Allah adalah subyek, personal, simbol, atau partai? Tentu bukan!

Keseimbangan sekaligus juga kebebasan


Komentar

Postingan Populer