Dunia Kelabu
Apa yang kalian tahu tentang luka dan trauma?
Ketika kalian memiliki luka dan bahkan trauma, kalian akan memiliki pandangan yang berbeda akan dunia. Mungkin sebelumnya penuh warna, mungkin sebelumnya cerah saja. Banyak coraknya. Seolah tidak ada celah untuk warna-warna gelap dan suram.
Tapi, semua berubah ketika luka itu ada. Luka yang sering kali kita abaikan. Luka yang sering kali tidak kita anggap. Bertumpuk-tumpuk menjadi beban yang menggunung sekaligus menghujam dan menghimpit. Tiba-tiba rasanya menjadi sesak dan tiba-tiba saja dunia menjadi kelabu. Tidak ada bedanya warna gelap dan terang. Semua semu, samar, suram.
Ketika kita memiliki luka dan bahkan trauma, kita akan kembali diliputi pertanyaan tentang arti dan makna hidup. Akan ada lagi pertanyaan-pertanyaan "kenapa?" Dan "kenapa?" Dengan tanda tanya besar. "Kenapa aku tidak bahagia?", "kenapa hanya aku yang terluka", "kenapa harus aku yang menanggung penderitaan?"
Mungkin sebelumnya kita merasa baikan hanya dengan mengatakan, "aku gak papa", "everythings gonna be okay", "waktu akan menyembuhkan segalanya", "Ada Allah". Namun ternyata, ini masih belum cukup. Ada situasi dan kondisi lain yang membutuhkan penanganan serius. Sebuah keadaan disaat kita memang membutuhkan pertolongan.
Sebagaimana sakit fisik, sakit psikis juga butuh perawatan yang baik. Sederhananya, kepada orang yang patah tulang atau kepada orang yang terluka dengan luka terbuka, apakah kita akan mengatakan kepada mereka, "waktu akan menyembuhkan", "semuanya akan baik-baik saja". Padahal kita tau kita harus mengobati lukanya, kita harus membersihkan dan membalutnya. Jangan sampai luka tadi menyebar dan semakin parah karena infeksi dan sebagainya. Sakit psikispun begitu.
Ketika kita berkata, "aku gak papa", "aku baik saja", "semua akan baik saja". Secara tidak langsung, kita sebenarnya sedang mengabaikan luka kita. Ketika merasakan luka tapi tidak mereleasenya dengan baik, sama saja dengan memperburuk kesakitan hingga menjadi pesakitan. Menumpuk derita hingga menjadi penderitaan. Dan parahnya pesakitan dan penderitaan itu dapat mengambil seluruh kebahagiaan, cinta kasih, dan empati dalam hati kita.
Kabar buruknya, kita dapat terus terjebak di dalam pusarannya. Tidak akan bisa keluar tanpa menyelesaikan apa yang sebenarnya terjadi di dalam diri kita. Tapi kabar baiknya, kita masih bisa sembuh dan selalu ada harapan bagi yang hatinya memiliki iman.
Kita mungkin punya cara pandang lain terhadap dunia ketika kita dipenuhi luka. Ada yang melihatnya seperti lorong gelap. Ada yang melihatnya seperti rel kereta tak berujung. Ada yang bahkan melihatnya seperti kedalaman samudra tak bertepi.
Dimataku luka itu seperti kabut yang menutupi setiap warna di kehidupan ini. Semuanya kelabu.
Lantas, bagaimana caranya keluar?
Komentar
Posting Komentar