Resume Kajian: "Pijakan Mendidik Anak Sesuai Fitrah"

 

PIJAKAN MENDIDIK ANAK SESUAI FITRAH

Narsum: Abu Salma Muhammad @abinyasalma

Penyelenggara: @ummasho.edustore

 

 

Dalam menyikapi teori-teori ilmu, sebaiknya seorang muslim harus objektif, ilmiah dan hati-hati

Ada 3 aliran utama dalam Pendidikan Barat:

1.       Aliran Pesimisme/native dari Lombrosso & Schopenhauer

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan tingkah laku manusia ditentukan oleh Hereditas (genetik)

2.       Aliran Optimisme/Empirisme dari John Locke

-          Human behavior dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan pola asuh

-          Anak baru lahir diibaratkan seperti kertas putih (teori tabula rasa)

3.       Aliran Konvergensi dari William Stern

-          Perkembangan tingkah laku manusia dipengaruhi oleh hereditas & pendidikan

-          Teori ini memunculkan teori-teori lain, salah satunya teori dari Perancis: manusia dilahirkan dalam keadaan sudah membawa kebaikan (inner goodness). Seperti konsep fitrah dalam islam

 

Pendidikan Islam Pendidikan Fitrah

“Nabi tidak berbicara dari hawa nafsu melainkan dari wahyu yang Allah wahyukan kepada beliau”

-          Islam tidak menetapkan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan pure empty (kosong sepenuhnya), kecuali dalam hal pengetahuan. Sebagaimana dalam QS. An-Nahl: 78, manusia dilahirkan dalam keadaan jahil

-          Manusia memiliki fitrah (inner goodness)

-          Tugas pendidikan manusia adalah untuk memelihara, menjaga, menumbuhkan dan menyuburkan fitrah agar tidak rusak, tertutupi dan terpalingkan

-          Fitrah manusia adalah iman, tauhid, dan islam (ma’rifatullah: kebaikan)

Dari QS. Ar-Ruum: 30, Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan hamba-hamba-Nya diatas ma’rifah (mengenal) diri-Nya, mentauhidkan-Nya, dan (menetapkan) bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain dari-Nya semata”

 

Arti Fitrah

Secara bahasa, fitrah dari kata fathoro – yafthuru – fathron yang memiliki 2 makna:

1.       Membelah/pecah (syaqqo)

2.       Menciptakan/menyediakan sesuatu ada tanpa contoh sebelumnya (kholaqo)

Kata Fathoro disebutkan 1 kali di Al-Qur’an dalam QS. Ar-Ruum: 30

 

 

Apa itu Fitrah?

Berkaitan dengan QS. Ar-Ruum: 30

1.       Tafsir Al-Hafizh Ibnu Katsir, “sesungguhnya Allah ta’ala menciptakan makhluk-Nya sudah dalam keadaan mengenal dan mentauhidkan-Nya dan bahwasannya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia semata”

Tidak ada perubahan pada penciptaan Allah”, maksudnya adalah Allah menyamakan semua makhluk-Nya dalam keadaan fitrah di atas pembawaan yang lurus.

(tafsir Ibnu Katsir III/433)

2.       Tafsir Imam Al-Maraghi rahimahullah, mendefinisikan fitrah dalam QS. Ar-Ruum: 30 dengan 2 hal, yaitu; 1) Ciptaan Allah yang merupakan pembawaan yang sudah Allah tetapkan pada manusia, 2) Agama Allah yang Allah fitrahkan kepada manusia yaitu islam

3.       Dalam Al-Mu’jamul wasith, fitrah diartikan tabiat/pembawaan yang selamat tidak dicela karena aib/kekurangan

4.       Syaikh Alawi Abdul Qadir As-Seggaf hafidzahullah memaknai: “Allah menciptakan watak/tabiat manusia untuk menerima islam dan condong kepada tauhid. Dengan kata lain, fitrah adalah islam dan agama yang lurus.

 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “setiap manusia dilahirkan berada dalam fitrah islam, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (Muttafaqun ‘alaih)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa makna hadist ini adalah semua bayi yang dilahirkan memiliki kecenderungan kepada islam. (Syarh Nawawi alal Muslim)

Ibnu Taimiyah rahimahullah, “bahwa anak diciptakan selamat dari kekufuran sesuai dengan perjanjian yang Allah ambil kepada anak keturunan Adam sebelum Allah keluarkan dari Sulbi mereka”.

Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-A’raf: 172

DR. Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya Al-Wajiz berkata bahwa ayat Al-A’raf: 172 menunjukkan bahwa manusia diciptakan di atas fitrah tauhid (mengesakan Allah). Namun kemudian fitrah ini di rubah oleh akidah-akidah rusak yang datang setelahnya. (misal pengaruh orang tua dan lingkungan, atau leluhur yang jahil)

 

Pijakan Menumbuhkan Fitrah

Ada 7 dasar dasar pijakan dalam menumbuhkan fitrah pada anak:

1.       At-Tarbiyatu bil Hikmah (mendidik dengan hikmah)

-          3 syarat hikmah: melakukan sesuatu dengan benar (harus ada ilmunya), dengan cara (metode) yang benar, waktu yang tepat

-          6 elemen hikmah: bertanya pada diri sendiri (why – limadza, what – maadza, who/m – man/liman, when – mata, where – aina, how – bimadza)

-          3 rukun hikmah: ilmu, hilmu (santun), anatu (tenang) kebalikannya jahil, thoisyu (sembrono), jalatu (tergesa-gesa)

 

a.       Ilmu: pondasi amal, tanpa ilmu, amal tidak akan lurus dan benar. Ilmu yang paling penting adalah ma’rifatullah, ma’rifaturrasul, ma’rifatulislam (yang ditanya malaikat di alam barzah)

b.       Hilmu: lemah lembut, santun, tidak sekedar memberi perintah, ancaman, hukuman, labeling. Sikap keras, ancaman, dan labeling dapat menumbuhkan sikap dusta dan bohong

c.       Anatu: bertahap, sedikit demi sedikit, jangan berharap instan. Mendidik tidak mendadak.

-          Hikmah: mengenal fase tumbuh kembang anak. Ada 4 fase tumbuh kembang anak berdasarkan klasifikasi para ulama Ibnu Hajar dalam Fathul Bari

1)      Shibyan (0 – 2 tahun) menggunakan instrumen pendengaran. Urutan Allah, “Ku berikan kepadamu pendengaran, penglihatan, dan pemahaman ...”

Perdengarkan anak dengan kalimat-kalimat thayyibah, Al-Qur’an, Lafadz Jalallah, Tauhid, Dzikir, Doa dan nasehat serta perkataan baik. Berdoalah langsung dihadapan anak.

2)      Thufulah (2-7 tahun) fase penglihatan. Perbanyak talqin kalimat tauhid, surat pendek, dzikir dan doa pendek, minta anak mengulang. Ajarkan adab, berikan teladan, ajarkan tauhid: rububiyah, uluhiyah (syukur, cinta Allah, asma wa sifat, muroqobatullah)

3)      Yafi (7-10 tahun) fase pemahaman. Kenalkan dengan Allah secara mendalam seperti mengobservasi ciptaan Allah, tanya jawab/diskusi, muroja’ah/mengulang, berkisah. Berikan anak motivasi untuk beribadah dan mengenalkan praktik-praktik ibadah seperti wudhu, sholat, dan doa beserta adab-adabnya.

4)      Hazawar (10 tahun – baligh) keseluruhan. Kenalkan Allah dengan lebih detail dengan cara observasi ciptaan Allah, tanya jawab diskusi, muroja’ah/mengulang, menjelaskan nama dan sifat Allah yang sempurna, menumbuhkan rasa takut dengan ancaman dan pemberian hukuman sebagai konsekuensi. Menghafal dan tadabur lebih intens dengan Al-Qur’an, pendekatan sebagai sahabat.

 

2.       At-Tarbiyatu bil Qidwah (Mendidik dengan teladan)

-          Awali dengan kejujuran/ketulusan diri sebagai orang tua

-          Kerjasama suami dan istri dalam menjaga keharmonisan dan kekompakan

-          Berhati-hati dalam berucap dan berbuat kepada anak terutama dalam memberikan janji

-          Hati-hati inkonsistensi antara perkataan dan perbuatan yang tidak sinkron

-          Ikat anak dengan figur mulia seperti para nabi, sahabat, dan para ulama dengan berkisah

 

3.       At-Tarbiyatu bil Maudhoh (Mendidik dengan nasehat)

-          Awali dengan menyentuh hati dan perasaan (afektif) sebelum memberi nasehat. Lalu tutup dengan menyentuk akal anak (kognitif). Ini adalah metode para nabi, rasul dan orang shalih. Misalnya pesan lukman, ketika lukman mengajarkan tentang tauhid, shalat dan adab, lukman memanggil anaknya terlebih dahulu dengan panggilan yang baik, teduh lalu mengakhirinya dengan alasan kenapa begini dan begitu. Ini termasuk dalam hal yang penting. Contoh lain ketika Yusuf menyampaikan mimpi kepada ayahnya Yaqub, Yaqub memberikan nasehat beserta alasannya. Didahului dengan sapaan yang baik, lalu konten nasehat, diakhiri dengan alasan yang menyentuh akal.

-          Dahulukan qudrah hasanah sebelum mau’idhoh hasanah

-          Variasikan di dalam memberi nasehat: bertanya jawab, main teka-teki (quiz), berkisah dan bercerita

-          Membuat slogan (syair) dari potongan ayat/hadits yang diulang-ulang diperdengarkan, dibaca, dihafalkan.

 

4.       At-Tarbiyatu bit Ta’wiid (Mendidik dengan Pembiasaan)

-          Anak tumbuh sesuai dengan kebiasaan yang dibiasakan kepadanya

-          6 kunci dalam pembiasaan

·         tumbuhkan kecintaan kepada Allah dahulu (tahbib). Mahabah adalah mesin penggerak utama

·         pilihkan yang paling penting/prioritas. Tidak semuanya diajarkan

·         ajarkan sedikit demi sedikit hingga membentuk kebiasaan

·         tadarruj (step by step)

·         berulang

·         berkesinambungan

 

5.       At-Tarbiyatu bin Nizham (Mendidik dengan aturan dan atensi)

-          Pentin untuk diingat! Bahwa memberikan anak aturan saja akan membuat anak memberontak, tertekan, dan menutup diri. Memberikan atensi saja, anak akan menjadi tak tau aturan, berantakan, kacau, dan bergantung kepada orang tua. Dengan aturan + atensi anak akan disiplin, bertanggung jawab, dan respek.

-          Saat membuat aturan libatkan anak. Manfaatnya:

1)      anak akan belajar mengungkapkan keinginan, kemauan, perasaan, pendapat, dll

2)      anak akan belajar bernegoisasi (termasuk life skill) dan kesepakatan

3)      anak akan belajar komitmen, tanggung jawab, dan konsistensi

4)      anak akan belajar mengalah dan menerima

 

6.       At-Tarbiyatu bit Targhibi wat Tarhiibi (Mendidik dengan motivasi dan ancaman)

-          Kaidah asal: dahulukan motivasi sebelum ancaman. Dalil adalah perintah. Diiringi dengan mengajarkan anak dan memberinya teladan

-          Memperhatikan fase usia: anak-anak usia 2-7 tahun hindarkan dari ancaman. Tekankan pada hati (tauhid dan iman), tumbuhkan mahabatullah. Usia 7-10 th tekankan motivasi sebagai dorongan dan janji balasan dari Allah berupa syurga. Usia 10-14 th boleh diberikan ancaman atau ditakuti dengan siksa dan hukuman Allah agar anak takut berdasarkan ilmu

-          Sampaikan ayat dan hadits yang diberi balasan bagi kebagikan dan ancaman bagi keburukan dengan dalil

 

7.       At-Tarbiyatu bits Tsawaabi wal Uquubah (Mendidik dengan reward dan punishment)

-          Dahulukan pendekatan apresiasi dan reward sebelum memberikan hukuman. Apresiasi anak dulu karena tidak ada anak yang buruk kecuali pengaruh lingkungan. Dibawah usia 7 tahun ketika anak berperilaku tidak baik, itu karena dia masih belum tau benar dan salah Jangan hanya melihat kesalahan anak

-          Dalam menilai dan menghukum bedakan perbuatan dan pelaku. Tidak labeling, mencap buruk. Jangan langsung divonis. Seperti hadits ahlul bid’ah, ucapan itu mempengaruhi bukan ucapan adalah doa.

-          Memberikan hukuman bertingkat dan bervariasi sesuai kondisi usia anak. Jangan lupa berdoa kepada Allah. Kita tidak akan sanggup membuat anak kita menjadi baik dan shalih. Titipkan kebaikan itu kepada Allah. Boleh mengambil doa orang shalih tapi jangan menganggap itu sebagai sunnah.

Komentar

Postingan Populer